Photobucket Ingin tahu sejarah Cuklad? Kunjungi juga www.cuklad.com Photobucket Ingin tahu curhat kehangatan saya? coba di sini: www.rashady-alinurkan.blogspot.com Photobucket Ingin tahu curhat rahasia saya? ada di sini nih: www.retcom.blogspot.comPhotobucket Tampil segera koleksi natal dari cuklad.com

Friday, February 12, 2010

Tidak pandang bulu

Sudah cukup lama Admin berpuasa dari kegiatan tulis menulis. Hal ini bukannya tanpa disengaja atau karena Admin sudah kehabisan bahan tulisan. Melainkan karena Admin merasa jemu dengan berbagai masalah yang menerpa negeri ini sebenarnya memang sangat rumit atau sengaja dibuat rumit. Akan tetapi beberapa peristiwa belakangan ini menggelitik jari-jemari ini untuk kembali menari di atas keyboard. Beberapa masalah yang Admin lihat mungkin tidak seberapa bagi kebanyakan pihak. Sepele. Akan tetapi justru masalah besar dibangun dari masalah-masalah sepele.


Sensasi menggelitik itu sesungguhnya tidak pernah hilang. Hanya saja belakangan ini Admin sudah tak sanggup menahan derita ini. Dimulai dari ironisnya penegakan hukum bagi warga negara yang berasal dari strata yang berbeda. Bagi para pejabat atau mantan pejabat, atau orang-orang ‘besar’, sangat terlihat sifat kemanusiawian para penegak hukum. Bila terdakwa sakit, maka para penegak hukum dengan legowo menunda sidang sampai si terdakwa sehat. Bila seorang tersangka tidak memenuhi panggilan polisi, maka dengan patuh aparat negara mengikuti prosedur hukum dengan melakukan pemanggilan hingga tiga kali. Bila keluarga tersangka menentang dugaan dan menolak tuduhan yang dialamatkan kepada anggota keluarganya, maka dengan sabar polisi hanya mengintai kediaman si tertuduh, sambil melancarkan loby. Dalam persidangan, para jaksa sama sekali tidak garang. Para hakim sangat bijaksana. Laih halnya bila sang tertuduh adalah seorang nenek tua dan miskin yang dilaporkan mencuri coklat seharga tak sampai Rp.20.000; atau anak-anak penyemir sepatu yang kedapatan bermain-main dengan tanpa tendensi apapun. Atau dua orang petani miskin yang kehausan dan mengambil semangka. Ketiga kasus terakhir, hukum sangat tajam dan tegas. Mereka semua harus ditahan tanpa tedeng aling-aling. Bagi si nenek misalnya, bukankah penahanan itu membuka ingatan lamanya tentang masa penjajahan yang sangat mungkin dialaminya pada masa kecilnya, dan menimbulkan trauma. Bagi anak-anak penyemir sepatu, bukankah penahanan anak dibawah umur sudah diatur dalam undang-undang perlindungan anak? Kenapa hukum jadi buta? Memang hukum tidak bisa melihat, tapi para penegak hukum tentu bisa membedakan antara orang dewasa dan anak-anak. Hukum hanya seperangkat alat. Para penegak hukumlah yang harus bijak melihat. Apakah layak anak-anak ditahan dan diperlakukan seperti memperlakukan tahanan dewasa. Dengan pengadilan umum?

Memang benar hukum harus tegak. Tanpa pandang bulu. Justru disini letak ironinya. Masalah bulu ini yang jadi kegelisahan masyarakat. Sumber ketidaknyamanan warga yang nampaknya belakangan ini sangat sukses dipelintir paling tidak oleh media jadi sumber tontonan. Bulu kambing memang tidak sama dengan bulu rusa. Tapi bagaimana dengan ular? Apakah karena ular tidak berbulu, maka ia jadi tidak dijerat hukum? Tentunya kita semua dapat sama menyepakati bahwa orang-orang yang bebas berkeliaran melobi kesana kemari mengatur perkara, mengatur pasal, mengatur tender, mengatur pembagian ‘harta gono-gini’, bahkan mengatur pembunuhan itu adalah dapat disamakan dengan ular yang licin dan ditakuti.

Ular kita sama tahu sangat berbahaya dan mematikan, tapi kebanyakan dari kita justru menghindar bila berhadapan muka dengan binatang satu ini. Begitupun dengan manusia berkualitas ular, kebanyakan orang berusaha cari aman agar tidak berbenturan dengan orang ini. Karena bisanya sangat mematikan dan menjanjikan kematian yang aneka rupa dan menyakitkan. Memang benar sejak reformasi telah terjadi banyak sekali perubahan positif di negeri tercinta ini. Tapi satu yang tidak berubah, penegakan hukum. Penegakan hukum masih tidak pandang bulu. Tapi ia pandang kulit. Bila kulitnya hitam legam terbakar matahari, menandakan ia orang abangan yang tak perlu ditakuti. Bantai saja. Bila kulitnya hitam tapi halus, ia perlu diwaspadai. Bila ia berkulit agak kuning, maka ia adalah sapi perah. Bila ia bersisik dan mendesis, maka ia harus dihindari. Itulah penegakan hukum di negeri ini. Tidak pandang bulu.

Sejak pemerintahan pertama SBY, beliau menyatakan, tidak akan tebang pilih, tetapi hukum punya nyawa sendiri. Bahkan seorang presidenpun hampir tidak terdengar gaungnya bila berhadapan dengan ketakutan terbesar para penegak hukum, ular berbisa. Walaupun maunya SBY adalah tebang dulu baru dipilih, akan tetapi yang terjadi justru sebaliknya, dipilih dulu baru ditebang. Karena bila tebang dulu baru pilih, salah-salah bisa kena ular, saat sedang memilih, dipatok, mati.

Sekarang beralih ke masalah Bank Century, lagi-lagi jelas terlihat prinsip pilih tebang, tidak pandang bulu tapi pandang kulit. Jelas terlihat bagaimana hati-hatinya aparat bahkan sampai Pansus yang dibentukpun sangat berhati-hati. Berhadapan dengan orang yang duduk diatas kursi kulit, bersepatu kulit, menjinjing tas kulit. Tapi lihat bagaimana aparat memperlakukan para korban bank tersebut. Pilih saja ibu Gayatri yang paling atraktif. Dengan serta merta ia diboyong ke mobil polisi dengan alasan merusak properti orang lain. HALOOOOOOOOO…bagaimana dengan orang Century yang mengubah dana deposan dari deposito menjadi reksadana tanpa sepengetahuan pemilik dana? Bagaimana dengan bank yang menjual diatas kop surat berlogo resmi bank tersebut dan ternyata yang dijual adalah barang bodong? Bagaimana dengan kerusakan yang ditimbulkan oleh tindakan deposan-deposan besar yang dengan mudahnya memecah rekeningnya menjadi nilai kecil agar dilindungin LPS lalu segera menarik dananya saat bank Century dinyatakan dibail out? Padahal deposan lain belum ada yang tahu perihal bail out tersebut. Bagaimana dengan semua kejanggalan yang ada sejak dari pendirian bank tersebut? Kerusakan yang luar biasa terhadap sangat banyak warga negara, tidakkah cukup untuk menyeret orang-orang itu kemuka hukum? Ataukah jangan-jangan mereka-mereka itu termasuk dalam kelompok ular yang patut dihindari? Mengerikan. 




Salam Indonesia Sejahtera

No comments:

Post a Comment

Powered By Blogger